Rabu, 24 Februari 2010

Ancaman Habitat Gajah

Ancaman Habitat Gajah

Sebagian besar area hutan Kalimatan yang selama ini menjadi habitat gajah pygmy bernoe menghadapi ancaman yang cukup mengkhawatirkan, secara cepat hutan ditebang dan dikonversi menjadi tanaman perkebunan untuk karet, kelapa sawit, dan tanaman industri kayu.

Padahal berdasarkan alat pelacak satelit yang digunakan WWF, menemukan bahwa gajah pygmy lebih menyukai hutan dataran rendah yang sama dengan yang digunakan oleh industri tersebut, sehingga menimbulkan kompetisi perebutan habitat.

Jika hal itu dibiarkan, maka bukan tidak mungkin apa yang dialami gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) juga bakal menimpah gajah borneo. Berdasarkan data WWF seperti dilansir buku Status Lingkungan Hidup Indonesia (SLHI) yang diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup, diketahui pada periode Januari-Mei 2006 tercatat 16 ekor gajah mati.

Kematian demi kematian menyebabkan populasi gajah sumatera di Riau saat ini berkurang drastis hingga 75 %, menjadi 353-431 ekor dari tahun 1985-2003 yang berjumlah 1067-1617 ekor (PILI, 2006) atau sekitar 50% dari 700 ekor pada tahun 1999 menjadi 350 ekor pada tahun 2006.

Berkurangnya gajah sumatera disebabkan oleh berubahnya habitat serta perburuan. Pusat Informasi Lingkungan Indonesia (PILI) 2006 mencatat selama kurang dari 23 tahun terakhir, hutan di Provinsi Riau berkurang hingga 57% dari 6,4 juta hektar menjadi 2,7 juta hektar.

Selain dibantai, populasi gajah turun diakibatkan semakin berkurangnya habitat gajah.Habitat gajah dikonversi menjadi pemukiman dan perkebunan.Konversi hutan merupakan akar dari permasalahan konflik manusia dan satwa, baik konflik akibat gajah yang merusak ke kebun dan rumah warga, maupun harimau yang menyerang ternak dan manusia.

Konflik antara manusia dan gajah telah berulang kali terjadi dengan insiden yang berakhir tragis. Sejak tahun 2000, enam belas orang tewas akibat konflik dengan gajah dan 45 ekor gajah mati karena diracun atau ditembak dengan senjata rakitan.

Belajar dari apa yang dialami gajah sumatera, penemuan gajah borneo perlu mendapat perhatian serius dan kerjasama yang kuat bagi pemerintah tiga negara Indonesia, Malaysia dan Brunei dalam menjaga dan melestarikan hutan tropis Borneo seluas 220.000 kilomoter persegi yang saling berhubung dan membentang melintasi batas tiga negara serumpun itu, dengan harapan satwa yang memiliki banyak nilai manfaat bagi kehidupan manusia itu, tidak mengalami kepunahan seperti yang dialami pendahulunya di Pulau Jawa.


sumber : beritalingkungan.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar