Rabu, 31 Maret 2010

Flora invasif

Flora invasif

Di Indonesia, jenis flora asing mencapai sekitar 2.000. Salah satu jenis invasif yang legendaris adalah eceng gondok (Eichornnia crassipes) yang merebak sekitar tahun 1990 dengan daya tarik bentuk dan warna bunganya yang ungu cerah.

Belakangan, tanaman air yang mudah berkembang pesat itu menjadi pengganggu. Sebarannya yang masif tak hanya mengganggu transportasi air, tetapi juga menyebabkan sedimentasi dan mematikan plankton.

Jenis akasia

(Acacia nilotica)

Saat ditanam di Taman Nasional Baluran, Jatim, tanaman ini semula untuk melindungi padang savana, makanan utama banteng, dari bahaya kebakaran.

Perkembangannya masif, hingga 200 hektar per tahun, kini mempersempit padang rumput. Hingga tahun 2000, akasia menginvasi 50 persen, sekitar 5.000 ha, padang savana dan mengancam keberadaan banteng.

Jenis lamtoro

(Leucaena leucocephala)

Ditanam massal pada masa Orde Baru dan kini memunculkan risiko. Pemerintah harus mendatangkan serangga dari Hawaii, musuh alami kutu loncat, yang merebak seiring dengan hadirnya lamtoro.

Aster

Aster (Eupatorium sordidum) dari Meksiko di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat, kini menutupi lantai hutan tempat tumbuh tanaman obat dan satwa lain. ”Sekarang sangat mengganggu, tetapi sulit diatasi,” kata peneliti botani LIPI, Sunaryo, yang pada April 2009 meneliti di sana. Setidaknya ada delapan jenis flora asing invasif di tempat itu.

Flora dan fauna asing invasif di atas hanya contoh kecil dari ribuan jenis yang saat ini ada di Indonesia. Tak ada satu pun yang didatangkan dengan maksud merusak, tetapi kelemahan pengetahuan dan informasilah yang menyebabkan ancaman.

Tak ada yang tahu, episode macam apa dari maraknya penjualan kura-kura brasil yang mungkin lucu nan menggemaskan. Akankah menambah deret getir akan kehadiran para ”penjajah” tak bersenjata?

Sumber http://sains.kompas.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar