Minggu, 23 Mei 2010

Amazonnya Indonesia dengan segudang kekayaan

Sungai Mamberamo
Amazonnya Indonesia dengan segudang kekayaan

Kalau di Brasil terkenal dengan Sungai Amazon yang dihuni oleh keragaman hayati tinggi, Indonesia pun memiliki sungai yang tak kalah uniknya, yakni Sungai Mamberamo. Sungai sepanjang 670 km ini berada di selatan Pegunungan Foja dan melintas di enam kabupaten (Jayapura, Mamberamo, Sarmi, Jayawijaya, Yapen Waropen, dan Paniai) Provinsi Papua. Ya, Sungai Mamberamo memang unik dari banyak sudut pandang.

Ia menjadi jalur transportasi air bagi penduduknya. Debit airnya berlimpah ruah. Berdasarkan hasil pengukuran, sungai yang mempunyai kedalaman terdalam 33 m itu memiliki debit air sebesar 5.500 m³/detik. Potensi ini sesuai dengan nama Mamberamo yang berasal dari bahasa Dani, yakni mambe berarti besar dan ramo adalah air. Besarnya debit itu disebabkan curah hujan di daerah aliran sungai (DAS) Mamberamo sangat tinggi, mencapai 5.600 mm/ tahun. Selain itu, Sungai Mamberamo ini juga berasal dari pertemuan dua sungai besar, yakni Taritatu dari arah timur dan Tariku dari barat.

Sungai ini lalu bermuara di Samudra Pasifi k. Luas total DAS tersebut hampir sebesar Pulau Jawa, yakni mencapai 79.440 km2. Topografi nya juga menawan. Di bagian hulu misalnya, sungai itu berada di pegunungan yang curam. Lalu di bagian tengahnya berupa cekungan dataran tinggi yang luas. Sedangkan di daerah hilir, berupa dataran rendah yang berawa.

PLTA Terbesar

Berdasarkan kondisi inilah, Mamberamo memiliki potensi pembangkit listrik tenaga air (PLTA) terbesar di Indonesia. Berdasarkan hitungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Mamberamo memiliki potensi tenaga air sebesar 12.284 MW yang tersebar di 34 lokasi. Ini berarti, hampir sepertiga dari potensi tenaga air di Indonesia itu berada di Mamberamo.

Di era pemerintahan BJ Habibie, potensi ini sudah direncanakan sebagai megaproyek di kawasan timur Indonesia. Maklum, ketika listrik di kawasan terpencil itu tersedia dengan harga terjangkau, maka ia dapat memacu pertumbuhan industri secara pesat. Apalagi, kondisi geologi di sepanjang Mamberamo memiliki potensi tambang yang sangat menggiurkan.

Survei geologi menunjukkan, kawasan ini kaya bahan tambang. Di antaranya bauksit (yang dapat diolah menjadi alumunium), baja, tembaga, emas, dan nikel. Jika tersedia energi listrik, berbagai industri pengolahan tambang di sana dapat terwujudkan. Pertumbuhan ekonomi pun dapat melaju kencang.

Sumber daya manusia lokal tampaknya belum siap dengan pembangunan megaproyek tersebut. Faktor inilah yang membuat pemerintah menunda pembangunan megaproyek tersebut. Penundaan ini disambut positif sejumlah aktivis lingkungan. Mereka mengkhawatirkan, jika megaproyek itu terwujud, maka berdampak negatif terhadap lingkungan alam yang masih perawan itu. Apalagi koleksi keragaman hayati fl ora dan fauna di sepanjang DAS Mamberamo sangat berlimpah, spesifi k, dan menawan. Belum lama ini misalnya, ditemukan beberapa spesies baru yang menghuni Suaka Margasatwa Mamberamo-Foja seluas 2 juta ha.

Beberapa spesies baru yang ditemukan di hutan tropis nan lebat berketinggian 2.000 m di atas permukaan laut itu antara lain kupu-kupu hitam dan putih (Ideopsis fojona), katak berhidung panjang (Litoria sp. nov), pergam kaisar (Dacula sp. Nov). Penemunya adalah peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), the National Geogra phic Society, dan Smithsonian Institution.

143 Jenis Burung

Di samping itu mereka juga menemukan spesies endemik seperti kelelawar kembang baru (Syconycteris sp. nov), tikus pohon kecil (Pogonomys sp. nov), semak belukar berbunga (Ardisia hymenandroides), dan walabi kecil (Darcopsulus sp. nov). Di luar temuan itu, kawasan ini juga dihuni oleh 143 jenis burung, termasuk cendrawasih yang memiliki tubuh dan warna bulu sangat elok dipandang mata. Dua jenis buaya, yakni buaya muara (Crocodile porossus) dan buaya darat (Crocodile novaquinea), juga berhabitat di sungai yang memiliki lebar terbesar di Indonesia. Kedua spesies buaya ini menjadi perburuan bagi masyarakat tradisional, khususnya dari suku Bauzi.

Cara berburunya juga khas. Dulu, untuk menangkap buaya beberapa pria harus menyelam. Alat yang dipakai hanya tali rotan. Kini, sudah agak maju, Mereka menggunakan tombak (dao) dan kail untuk memburu buaya. Daging hasil perburuan itu disantap. Sedangkan kulitnya dijual dengan harga tinggi. Potensi fl oranya juga menakjubkan. Menurut Gubernur Papua, Barnabas Suebu, DAS Mamberamo dihuni sekitar 300.000 hektare hutan sagu. Sagu-sagu itu tumbuh subur di sepanjang sungai, terutama di bagian hilir dan rawa-rawa. Selama ini, sagu hanya dijadikan makanan utama bagi penduduk lokal.

Kalau saja sagu-sagu ini dikonversi menjadi bio etanol maka akan menghasilkan lebih dari 4,5 juta liter per tahun. Bio etanol merupakan sumber energi yang terbarukan dan ramah lingkungan. Ia dapat dipanen kapan saja sepanjang sagu-sagu tersebut ditanam. Potensi pohon nipahnya juga sangat besar. Hasil sadapannya juga dapat diolah menjadi bio etanol berkualitas tinggi. Singkat kata, sumber daya raksasa tersebut merupakan masa depan yang gemilang bagi tumbuhnya industri bio etanol.

sumber : http://www.koran-jakarta.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar