Jumat, 25 Februari 2011

AMBIENT CONDITION DAN ARCHITECTURAL FEATURES

Dalam hubugannya dengan lingkungan fisik Wrighstman dan Deaux (1981) membedakan dua bentuk kualitas lingkungan yang meliputi :

a. Ambient Condition
Menurut Rahardjani (1987) dan Ancok (1988) kualitas fisik dari keadaan yang mengelilingi individu dan mempengaruhi perilaku yaitu : kebisingan, temperatur, kualitas udara, pencahayaan dan warna.
- Kebisingan, temperatur dan kualitas udara
Ancok (1989) keadaan bising dan temperatur yang tinggi akan mempengaruhi emosi para penghuni. Kebisingan menurut Rahardjani (1987) juga akan berakibat menurunnya kemampuan untuk mendengar dan turunnya konsentrasi belajar pada anak.
- Kebisingan
Menurut Sarwono (1992) terdapat tiga faktor yang menyebabkan suara secara psikologis yang dianggap bising, yaitu : volume, perkiraan dan pengendalian.
Menurut Holahan (1982) hasil penelitian laboratorium menunjukan bahwa kebisingan secara psikologis dapat menjadi penyebab reaksi fisiologis sistematis yang secara khusus dapat diasosiasikan dengan stres.
- Suhu dan polusi udara
Menurut Holahan (1982) tingginya suhu dan polusi udara dapat menimbulkan dua efek, yaitu efek kesehatan dan efek perilaku. Rahardjani (1987) melihat bahwa suhu dan kelembaban rumah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : warna dinding dala dan luar rumah, volume ruang, arah sinar matahari, dan jumlah penghuni. Aliran udara menurut Mom dan Wielsebrom (dalam Siswanto, 1986) sangat penting karena secara fisiologis aliran udara berfungsi sebagai pasokan oksigen untuk pernapasan, mengalirkan uap air yang berlebih dan asap, mengurangi konsentrasi gas dan bau, mendinginkan suhu dan membantu penguapan keringat manusia.
- Pencahayaan dan warna
Menurut Fisher, dkk (1984) terdapat banyak efek pencahayaan yang berkaitan dengan perilaku. Ruang yang gelap tentu saja lebih kondusif untuk menjalin keintiman daripada ruangan yang diberi pencahayaan terang. Corwin Bennet (dalam Holahan, 1982) menemukan bahwa penerangan yang lebih kuat ternyata mempengaruhi kinerja visual kita menjadi semakin cepat dan teliti.
Warna dapat mempengaruhi kita secara langsung maupun ketika menjadi bagian dari suatu seting. Warna juga dapat menentukan seberapa baik pencahayaan suatu ruangan tampak oleh kita.


b. Architectural Features
Yang tercakup didalamnya adalah seting-seting yang bersifat permanen. Misalnya didalam suatu ruangan, yang termasuk didalamnya antara lain konfigurasi dinding, lantai, atap serta pengaturan perabot dan dekorasi. Dalam suatu gedung architectural features meliputi lay out tiap lantai, desain dan perlakuan ruang dalam dan sebagainya.
Arsitektur dan desain adalah bentuk seni. Kualitas estetis dari lingkungan yang dibentuk dapat sangat mempengaruhi seperti halnya keindahan alamiah. Lingkungan yang menarik juga dapat membuat orang merasa lebih baik.
Pengaturan perabotan dalam ruangan dapat pula mempengaruhi cara orang mempersepsi ruang tersebut. Dapat pula digunakan untuk membantu mengatur perencanaan tata ruang arsitektur suatu seting.



Sumber : http://elearning.gunadarma.ac.id...psikologi_lingkunganbab1-pendahuluan.pdf
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab3-ambient_condititon_dan_architectural_features.pdf

Minggu, 20 Februari 2011

Pendekatan Teori dan Metode Psikologi Lingkungan

PENDEKATAN TEORI

A. LATAR BELAKANG SEJARAH

Membahas perihal teori-teori yang dikemukakan para ahli psikologi lingkungan, maka yang terlibat adalah teori-teori, baik di dalam maupun di luar disiplin psikologi. Beberapa teori tersebut amat luas jangkauannya dan beberapa lagi yang lain lebih terfokus, beberapa amat lemah dalam data empiris dan beberapa yang lain amat kuat. Dalam kaitan antara lingkungan dengan perilaku manusia, maka kita dapat menyebut sejumlah teori dimana dalam perspektif ini, yang terlibat di dalamnya antara lain adalah geografi, biologi ekologi, behaviorisme, dan psikologi Gestalt (Veitch & Arkkelin, 1995).
Geografi. Beberapa ahli sejarah dan geografi telah mencoba menerangkan jatuh-bangunnya peradaban yang disebabkan oleh karakteristik lingkungan. Sebagai contoh, Toynbee (dalam Veitch & Arkkelin, 1995) mengembangkan teori bahwa lingkungan (atau secara lebih spesifik topografi, iklim, vegetasi, ketersediaan air, dan sebagainya) adalah tantangan bagi penduduk yang tinggal di lingkungan tersebut. Tantangan lingkungan yang ekstrim akan merusak peradaban, sementara tantangan yang terlalu kecil akan mengakibatkan stagnasi kebudayaan. Lebih lanjut Toynbee mengusulkan bahwa tantangan lingkungan pada tingkat menengah juga dapat mempengaruhi perkembangan peradaban. Pada tingkat yang makin berkurang atau sebaliknya makin berlebihan hasilnya justru akan memperlemah pengaruhnya. Gagasan mengenai tantangan lingkungan dan respon-respon perilakunya meski didasari oleh para penganut geographical determinism, ternyata seringkali merupakan bentuk-bentuk atau variasi-variasi teori yang diterapkan dalam psikologi lingkungan. Sebagai contoh Barry, Child dan Bacon (dalam Veitch & Arkkelin, 1995) mengusulkan bahwa kebudayaan masyarakat pertanian (yang tidak nomaden) ternyata menekankan pola asuh pada generasinya berupa: tanggungjawab, ketaatan, dan kepatuhan. Sebaliknya pada kebudayaan nomaden pola asuh yang ditekankan adalah pada kemandirian dan akal. Perbedaan ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada kebudayaan pertanian, orang tinggal dan bekerja bersama-sama dalam suatu komunitas yang tanpa mobilitas yang tinggi, sehingga yang dihasilkan adalah organisasi yang teratur. Hal tersebut tentunya akan lebih menekankan pola asuh kepada ketaatan dan kepatuhan. Lain halnya dengan orang nomaden yang lebih menyiapkan generasi mudanya untuk terbiasa dalam menghadapi situasi alam yang berubah dan tidak dapat diramalkan pada saat menjelajahi alam, sehingga yang lebih dibutuhkan adalah kemandirian dan akal. Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa suatu seting lingkungan tertentu memberi peluang yang terbaik bagi masyarakat penghuninya untuk mempertahankan diri. Biologi Ekologi. Perkembangan teori-teori ekologi menunjukkan adanya perhatian terhadap adanya ketergantungan biologi dan sosiologi dalam kaitan hubungan antara manusia dengan lingkungannya, dimana hal itu secara signifikan mempengaruhi pemikiran-pemikiran psikologi lingkungan. Dengan perkembangan ilmu ekologi, seseorang tidak dianggap terpisah dari lingkungannya, melainkan merupakan bagian yang integral dari lingkungan. Pendapat mengenai hubungan yang saling tergantung antara manusia dengan lingkungannya pada saat ini akan tampak pada teori-teori yang dikembangkan pada disiplin psikologi lingkungan. Lingkungan dan penghuninya masih sering dikaji sebagai komponen yang terpisah, meskipun tidak ada keraguan lagi adanya hubungan yang saling tergantung di antara mereka. Behaviorisme. Pengaruh penting lain yang merupakan pemikiran yang datang dari cabang disiplin psikologi sendiri adalah behaviorisme. Pemikiran kalangan behavioris muncul sebagai reaksi atas kegagalan teori-teori kepribadian untuk menerangkan perilaku manusia. Pada saat ini secara umum dapat diterima bahwa dua hal penting yang menjadi pertimbangan adalah konteks lingkungan dimana suatu perilaku muncul dan variabel-variabel personal (seperti kepribadian atau sikap). Dengan mempertimbangkan kedua hal ini maka akan lebih dapatdiramalkan suatu fenomena manusiadan lingkungannya daripadajika dibuat pengukuran sendiri-sendiri. Psikologi Gestalt. Psikologi Gestalt berekembang pada saat yang berbarengan dengan behaviorisme dan lebih menekankan perhatian kepada persepsi dan kognisi sebagai perilaku yang tampak (overt behavior). Prinsip terpenting dari cara kerja kalangan Gestalt ini adalah bahwa objek-objek, orang-orang, dan seting-seting dipersepsi sebagai suatu keseluruhan, dimana hal itu lebih dari sekedar penjumlahan bagian-bagian. Dari pandangan Gestalt, suatu perilaku didasarkan pada proses kognitif, yang bukan dipengaruhi oleh proses stimulus tetapi dari persepsi terhadap stimulus tersebut. Pengaruh Gestalt pada psikologi lingkungan dapat dilihat antara lain pada kognisi lingkungan, misalnya untuk menjelaskan persepsi, berpikir, dan pemrosesan informasi lingkungan. Dari beberapa perspektif di atas, Veitch & Arkkelin (1995) menekanlan adanya dua hal yang perlu diketahui. Pertama, sebagaimanayang sudah disebutkan di atas bahwa pendekatan yang dipakai pada perspektf-perspektif di atas ada yang amat lebar dalam cakupan dan ada pula yang lemah dalam data empiris. Kedua, tidak ada grand theory dalam psikologi lingkungan, karena tidak ada pendekatan atau perspektif tunggal yang dapat menerangkan hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungannya secara memuaskan. Hal ini paling tidak disebabkan oleh empat hal:
(a) Tidak ada data yang cukup tersedia dalam kaitan hubungan manusia dengan lingkungannya, sehingga dapat dipercaya untuk menyatukan teori
(b) Hubungan-hubungan yang dikaji para peneliti amaat sangat beragam
(c) Metode yang digunakan tidak konsisten
(d) Cara pengukuran variabel tidak selalu kompatibel dari suatu seting penelitian ke penelitian berikutnya.


B. BEBERAPA TEORI

Beberapa pendekatan teori dalam psikologi lingkungan antara lain adalah: Teori Arousal, Teori Stimulus Berlebihan, Teori Kendala Perilaku, Teori Tingkat Adaptasi, Teori Stres Lingkungan, dan Teori Ekologi.

1. Teori Arousal (Arousal Theory)
Arousal (Pembangkit). Ketika kita emosional, kita sering merasa bergairah. Beberapa teori telah berpendapat bahwa semua emosi adalah hanya tingkat dimana seseorang atau binatang dihasut. Meski tidak semua orang setuju dengan gagasan ini, tingkat keterbangkitan adalah bagian penting dari emosi. Contohnya, tingkat yang tinggi dalam keterbangkitan adalah dalam kemarahan, ketakutan dan kenikmatan, sedangkan tingkat keterbangkitan yang rendah adalah kesedihan dan depresi (Dwi Riyanti & Prabowo, 1997).
Mandler (dalam Hardy dan Hayes, 1985) menjelaskan bahwa emosi terjadi pada saat
sesuatu yang tidak diharapkan atau pada saat kita mendapat rintangan dalam mencapai suatu
tujuan tertentu. Mandler menamakan teorinya sebagai teori interupsi. Interupsi pada masalah
seperti dikemukakan tadi yang menyebabkan kebangkitan (arousal) dan menimbulkan
pengalaman emosional. Suatu hal yang dapat kita petik dari teori ini adalah bahwa orang
dapat memperlihatkan perubahan emosi secara ekstrim, misalnya bergembira atau bergairah
pada suatu saat, dan mengalami perasaan dukacita atau amarah pada saat yang lain.
Arousal dipengaruhi oleh tingkat umum dari rangsangan yang mengelilingi kita. Kita
dapat saja menjadi bosan atau tertidur, jika yang kita hadapi adalah hal-hal yang "tidak ada
apa-apanya". Suatu materi pelajaran yang tidak menarik dan sedikit sekali memberi manfaat
pada yang mendengarkan, membuat hampir semua yang mendengarkannya tidak bertahan
lama mengikutinya. Menurut Mandler, manusia memiliki motivasi untuk mencapai apa yang
disebut sebagai"dorongan-keinginan otonomik” arousal sehingga kita dapat berubah-ubah dari aktivitas satu ke aktivitas lainnya. Hampir semua orang yang memiliki motivasi ini dalam berinteraksi sehari-hari, namun ada beberapa orang yang tidak responsif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di sekelilingnya, sehingga hanya dapat dimunculkan arousal-nya jika benar-benar dalam keadaan yang amat membahayakan.

2. Teori Beban Stimulus (Stimulus Load Theory)
Titik sentral dari teori beban stimul adalah adanya dugaan bahwa manusia memiliki kapasitas yang terbatas dalam memproses informasi. Ketika input (masukan) melebihi kapasitas, maka orang cenderung untuk mengabaikan beberapa masukan dan mencurahkan perhatian lebih banyak kepada hal yang lain (Cohen dalam Veitch & Arkkelin, 1995). Teori ini bertanggung jawab terhadap respon-respon stimulus lingkungan dalam kaitannya dengan kapasitas individu dalam jangka pendek untuk memperhatikan dan bertransaksi dengan hal-hal yang menonjol dalam suatu lingkungan. Umumnya stimulus tertentu yang palin penting diperhatikan dengan alokasi waktu yang banyak dan stimulus yang kurang penting umumnya diabaikan (Sarwono, 1992; Veitch & Arkkelin, 1995).
Contoh stimulus yang berlebihan adalah pemandangan sebuah kota besar yang sudah banyak manusia dan kendaraan, banyak terdapat kawasan-kawasan komersial dengan papan-papan dan lampi-lampu reklame. Oleh karena itu, orang yang tinggal dikota besar sering mengeluh jenuh, bosan, alienasi, dsb (Sarwono, 1992).

3. Teori Kendala Perilaku (Behavioral Constrain Theory)
Teori kendala perilaku memfokuskan pada kenyataan, atau perasaan, kesan yang terbatas dari individu oleh lingkungan. Menurut teori ini , lingkungan dapat mencegah, membatasi, atau mencampuri perilaku penghuni (Stokols, dalam Veitch & Arkkelin, 1995). Teori ini berkeyakinan bahwa dalam keadaan tertentu seseorang benar-benar kehilangan beberapa tingkatan kendali terhapa lingkungannya (Veitch & Arkkelin, 1995).
Brehm dan Brehm (dalam Veitch & Arkkelin, 1995) menekankan bahwa ketika kita merasakan sedang kehilangan kontrol atau kendali lingkungan, mula-mula kita akan merasa tidak nyaman dan akan mencoba untuk menekankan lagi fungsi kendali kita. Fenomena ini disebut dengan istilah reaktansi psikologis (psychologycal reactance).

4. Teori Tingkat Adaptasi
Nilai dari pendekatan ini adalah adanya pengenalan tingkat adaptasi pada individu, misalnya tingkat adaptasi atau arousal dimana pada akhirnya individu terbiasa dengan lingkungannya atau tingkat pengharapan individu pada kondisi lingkungan tertentu. Perbedaan indiviu dalam hal tingkat adaptasi menyebabkan adanya perbedaan tingkah laku (Veitch & Arkkelin, 1995).
Menurut Sarwono (1992) terdapat tiga kategori stimulus yang dijadiakan acuan dalam hubungan lingkungan dengan tingkah laku, yaitu :
a. Stimulus fisik yang merangsang indra (suara, cahay, suhu udara)
b. Stimulus social, dan
c. Gerak

5. Teori Stres Lingkungan
Teori stres menekankan pada mediasi peran-peran fisiologis, emosi, dan kognisi dalam interaksi antara manusia dan lingkungan. Bebrapa bagian dari respon stres bersifat otomatis. Lalu diikuti dengan reaksi penolakan individu yang secara aktif mencoba melakukan coping terhadap stressor. Akhirnya, jika sumber-sumber coping yang ada habis, maka suatu bentuk kelelahan akan terjadi (Selye Veitch & Arkkelin, 1995). Reaksi waspada dapat berupa peningkatan denyut jantung atau peningkatan produksi adrenalin, sementara reaksi penolakan dapat berupa tubuh menggigil kedinginan atau berkeringat kepanasan (Sarwono, 1992).

6. Teori Ekologi
Pusat dari pemikiran para ahli ekologi adalah gagasan tentang kecocokan manusia dan lingkungannya. Lingkungan dirancang sehingga memungkinkan terjadinya perilaku tertentu. Seting perilaku menurut istilah Roger Barker (dalam Veitch & Arkkelin, 1995) adalah evaluasi kecocokan antara lingkungan dengan perilaku yang terjadi pada konteks lingkungan tersebut. Kajian mengenai pertanyaan-pertanyaan tersebut dari perspektif ekologi sosial menjadikan adanya teori-teori mengenai overmanning dan undermanning atau (overstaff dan understaff) (Veitch & Arkkelin, 1995).

METODE PENELITIAN
Menurut Veitch dan Arkklein (1995) terdapat tiga metode penelitian yang lazim digunakan dilapangan penelitian psikologi lingkungan. Ketiga metode tersebut adalah : eksperimen laboratorium, studi korelasi, dan eksperimen lapangan.

1. Eksperimen Laboratorium
Menurut Veitch dan Arkklein (1995), jika seorang peneliti memiliki perhatian terutama yang berkaitan dengan tingginya validitas internal, maka eksperimen laboratorium adalah pilihan yang biasanya diambil. Metode ini memberikan kebebasan kepada eksperimenter untuk memanipulasi secara sistematis variable yang diasumsikan menjadi penyebab dengan cara mengontrol kondisi-kondisi secara cermat yang bertujuan untuk mengurangi variabelvariabel yang mengganggu (extraneous variable). Metode ini pada umumnya juga melibatkan pemilihan subjek secara random dalam kondisi eksperimen.
Eksperimen laboratorium dirancang untuk mengukur hubungan diantara kepadatan dan perilaku interpersonal tidak selalu membuahkan hasil yang sama jika data dikumpulkan dengan metode yang berbeda (Veitch dan Arkklein, 1995).

2. Studi Korelasi
Menurut Veitch dan Arkklein (1995), jika seorang peneliti ingin memastikan tingkat validitas eksternal yang tinggi, maka seorang peneliti dapat menggunakan variasi-variasi dari metode korelasi. Dalam studi korelasi pada umumnya melaporkan hal-hal yang melibatkan pengalaman alami dan teknik penelitian survey.

3. Eksperimen Lapangan
Menurut Veitch dan Arkklein (1995), jika seorangpeneliti ingin menyeimbangkan antara validitas internal yang dapat dicapai melalui eksperimen laboratorium dengan valliditas internal yang dapat dicapai melalui studi korelasi maka ia boleh menggunakan metode campuran yang dikenal dengan istilah eksperimen lapangan.
Untuk mencapai suatu pengertian terhadap fenomena, seorang ilmuan seharusnya tidak hanya mengembangkan teori-teori dan mengamati dengan cermat hal-hal yang menjadi minatnya, akan tetapi ia juga harus menentukan metode yang terbaik, baik untuk menguji teori maupun tujuan pengamatan. Strategi yang dapat dikembangkan adalah dengan menggunakan beragam metode untuk mengkaji suatu masalah. Hasil cara ini akan mempertemukan beberapa gambaran yang lebih jelas ari hubungan-hubungan antar variable (Veitch dan Arkklein, 1995).



Sumber : http://elearning.faqih.net/2009/12/pendekatan-teori-dan-metode-penelitian.html
http://www.elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab2-pendekatan_teori_dan_metode_penelitian_psikologi_lingkungan.pdf

Minggu, 13 Februari 2011

PENGANTAR PSIKOLOGI LINGKUNGAN

1. LATAR BELAKANG PSIKOLOGI LINGKUNGAN

Ilmu mengenai lingkungan atau tentang ekologi telah berkembang seiring dengan semakin meningkatnya perhatian “ilmuwan” atau manusia terhadap kelestarian bumi/lingkungan. Salah satunya keilmuan yang berkembang adalah psikologi lingkungan.
Avin Fadilla Helmi (1999) menyebutkan bahwa psikologi lingkungan merupakan ilmu perilaku yang berkaitan dengan lingkungan fisik, merupakan salah satu cabang ilmu Psikologi yang tergolong masih muda. Teori-teori psikologi lingkungan dipengaruhi, baik oleh tradisi teori besar yang berkembang dalam disiplin ilmu Psikologi maupun diluar ilmu psikologi.
Kurt Lewin merupakan orang pertama yang memperkenalkan teori medan (field theory) yang mrupakan langkah awal dari teori yang memeprtimbangkan interaksi antara lingkungan dengan manusia. Lewin mengatakan bahwa tingkah laku adalah fungsi dari pribadi dan lingkungan, sehingga dapat diformulasikan menjadi :

TL = f (P,L)
TL = tingkah laku
F = fungsi
P = pribadi
L = lingkungan

Berdasarkan rumusan-rumusan tersebut, Lewin mengajukan adanya kekuatan-kekuatan yang terjadi selama interaksi antara manusia dan lingkungan. Masing-masing komponen tersebut bergerak suatu kekuatan-kekuatan yang terjadi pada medan interaksi, yaitu daya tarik dan daya mendekat dan daya tolak serta daya menjauh. Interaksi tersebut terjadi pada lapangan psikologis seseorang (penghuni/pemakai) yang pada akhirnya mencerminkan tingkah laku penghuni (Iskandar, 1990). Berdasarkan formulasi di atas, maka P (pribadi) dan L (lingkungan) merupakan variable bebas atau yang mempengaruhi, sementara TL (tingkah laku) merupakan variable terikat atau yang dipengaruhi (Veitch & Arkkelin, 1995).
Sebelum kita kenal istilah psikologi lingkungan (environmental psychology) yang sudah baku, beberapa istilah lain sudah mendahuluinya. Semula Lewin pada tahun 1943 memberikan istilah ekologi psikologi. Lalu Egon Brunswik dengan beberapa mahasiswanya mengajukan istilah psikologi ekologi. Pada tahun 1947, Roger Barker dan Herbert Wright memperkenalkan istilah seting perilaku (behavioral setting) untuk suatu unit ekologi kecil yang melingkupi perilaku manusia sehari-sehari.
Istilah psikologi arsitektur (architectural psychology) pertama kali diperkenalkan ketika diadakan konferensi pertama di Utah pada tahun 1961 dan 1966. Jurnal professional pertama yang diterbitkan pada akhir 1960-an banyak menggunakan istilah lingkungan dan perilaku (environment & behavior). Baru pada tahun 1968, Harold Proshansky dan Willian Etellson memperkenalkan program tingkat doctoral yang pertama dalam bidang psikologi lingkungan (environmental psychology) di CNUY (City University of New York) (Gifford, 1987).
Strategi penelitian dalam psikologi lingkungan pertama kali digariskan oleh Craik (1968), berdasarkan pada strategi yang dominan dalam penilaian kepribadian. masalah pengukuran dengan alami di garis depan dalam penelitian awal dalam psikologi lingkungan. Secara khusus, hal itu perlu untuk kemajuan bahwa metode dikembangkan untuk menilai pengaturan fisik luar laboratorium psikologis serta untuk menilai bagaimana orang bereaksi terhadap pengaturan tersebut.
Penting masalah penelitian yang substantif pada awalnya ditentukan oleh profesional desain pelatihan yang membuat mereka sensitif terhadap efek halus banyak lingkungan yang dirancang pada perilaku manusia. Mereka menggunakan pengetahuan ini dalam merancang lingkungan. Namun, dalam menghadapi kritik mereka menjadi prihatin tentang dasar ilmiah dari pekerjaan mereka. ilmuwan sosial mengamati penurunan kualitas kehidupan perkotaan. Untuk psikolog fisiologis ini membuka permasalahan penelitian baru bermakna bagaimana kesehatan dan kesejahteraan yang berkaitan dengan lingkungan fisik. Psikolog kognitif prihatin tentang ekologi validitas penelitian mereka ditemukan di psikologi lingkungan kemungkinan untuk menyelidiki akuisisi, representasi, dan penggunaan pengetahuan sehari-hari (lingkungan fisik). psikolog sosial dalam psikologi lingkungan melihat jalan keluar dari laboratorium untuk melakukan penelitian yang berarti di dunia nyata.
Karena fokus baru pada lingkungan fisik tidak menghentikan mereka dari menganalisis lingkungan sosial, mereka menawarkan konseptualisasi berpengaruh di mana lingkungan fisik adalah presupposed untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial dalam membentuk perilaku manusia.
Sejarah psikologi lingkungan serta status saat ini didokumentasikan dalam serangkaian tinjauan komprehensif yang diterbitkan dalam Annual Review Psikologi, lihat, misalnya, Sundstrom et al. (1996). (1996). Pada tahun 1987 Handbook Psikologi Lingkungan telah diterbitkan di bawah redaktur Daniel Stokols dan Irwin Altman. Setelah seri ini publikasi beberapa patokan diedit buku telah muncul dengan ulasan penelitian dalam subbidang yang berbeda (misalnya, Zube et al. 1987-97). Penelitian terbaru terutama disebarkan dalam tiga jurnal dengan sedikit penekanan yang berbeda: Jurnal Psikologi Lingkungan, diedit oleh David Canter, mewakili perspektif psikologis; Lingkungan dan Perilaku, diedit oleh Robert Bechtel, meliputi bidang penelitian interdisipliner yang lebih luas lingkungan-perilaku, dan Jurnal Arsitektur dan Perencanaan Penelitian, diedit oleh Andrew Seidel, terutama outlet untuk penelitian desain arsitektur dan lingkungan. Beberapa buku juga telah ditulis. Yang paling komprehensif ini (Gifford 1997) mengutip sekitar 5.000 studi.



2. DEFINISI PSIKOLOGI LINGKUNGAN

Psikologi lingkungan adalah studi tentang dampak lingkungan fisik pada masyarakat dan dampak dari orang-orang di lingkungan fisik. Definisi yang luas akan memenuhi syarat dalam beberapa hal untuk membedakan psikologi lingkungan dari psikologi pada umumnya dan dari subbidang lainnya dengan tujuan yang sama, dalam disiplin ilmu seperti misalnya geografi manusia, fisiologi, dan sosiologi. Lingkungan psikologi juga dikenal sebagai daerah psikologi diterapkan, walaupun seperti di banyak wilayah seperti lainnya sebagian besar penelitian ini dikhususkan untuk pengembangan teoritis dan metodologis.
Psikologi lingkungan adalah bidang interdisipliner difokuskan pada interaksi antara manusia dan lingkungannya. lapangan mendefinisikan istilah lingkungan hidup secara luas, yang meliputi lingkungan alami, pengaturan sosial, lingkungan dibangun, lingkungan belajar, dan lingkungan informasi. Sejak konsepsi, lapangan telah berkomitmen untuk pengembangan disiplin yang berorientasi nilai baik dan berorientasi masalah, prioritas penelitian yang bertujuan untuk memecahkan masalah lingkungan yang kompleks dalam mengejar kesejahteraan individu dalam masyarakat yang lebih besar.
Psikologi lingkungan adalah ilmu kejiwaan yang mempelajari perilaku manusia berdasarkan pengaruh dari lingkungan tempat tinggalnya, baik lingkungan sosial, lingkungan binaan ataupun lingkungan alam. Dalam psikologi lingkungan juga dipelajari mengenai kebudayaan dan kearifan lokal suatu tempat dalam memandang alam semesta yang memengaruhi sikap dan mental manusia. Apabila kebudayaan dan kearifan lokal kita pahami sebagai perjuangan manusia untuk mempertinggi kualitas hidupnya, maka mawas diri akan menjadi inti pokok dari pelajaran psikologi lingkungan.
Heimstra & Mc Farling (dalam Prawitasari, 1989) menyatakan bahwa psikologi lingkungan adalah disiplin yang memperhatikan & mempelajari hubungan atara perilaku manusia dengan lingkungan fisik. Gifford (1987) mendefinisikan psikologi lingkungan sebagai studi dari transaksi diantara individu dengan seting fisiknya. Dalam transaksi tersebut individu mengubah lingkungan dan sebaliknya perilaku dan pengalaman individu diubah oleh lingkungan. Sementara itu Proshansky, Ittleson dan Rivlin (dalam Prawitasari, 1989) menyatakan bahwa definisi yang adekuat tentang psikologi lingkungan tidak ada. Mereka mengatakan bahwa psikologi lingkungan adalah apa yang dilakukan oleh psikologi lingkungan. Ahli lain seperti Canter dan Craik (dalam Prawitasari, 1989) mengatakan bahwa psikologi lingkungan adalah area psikologi yang melakukan konjungsi dan analisis tentang transaksi dan hubungan antara pengalaman dan tindakan-tindakan yang berhubungan dengan lingkungan sosiofisik.
Emery dan Tryst (dalam Soesilo, 1989) melihat hubungan manusia dengan lingkungannya merupakan suatu jalinan transactional interdependency atau terjadi ketergantungan satu sama lain. Hal ini hampir sama dengan pendapat Gifford, yaitu manusia mempengaruhi lingkungannya, untuk selanjutnya lingkungan yang mempengaruhi manusia, demikian pula terjadi sebaliknya.
Veitch dan Arkklein (1995) mendefinisikan psikologi lingkungan sebagai ilmu perilaku multidisiplin yang memiliki orientasi dasar dan terapan, yang memfokuskan interrelasi antara perilaku dan pengalaman manusia sebagai individu dengan lingkungan fisik dan sosial.



3. LINGKUP PSIKOLOGI LINGKUNGAN

Lingkungan psikologi = dampak lingkungan pada psikologi dan efek pada hasil kita dalam hidup. "Kami bentuk bangunan kita dan bangunan kita membentuk kita." - Churchill –. "Secara tradisional, bidang psikologi lingkungan telah menekankan bagaimana lingkungan fisik mempengaruhi pikiran manusia, perasaan, dan perilaku Namun, penelitian lingkungan banyak baru-baru ini menekankan sisi lain dari koin. Bagaimana tindakan manusia mempengaruhi lingkungan" (Oskamp & Schultz, 1998, p. 206) (Oskamp & Schultz, 1998, hal 206).
Proshansky (1974) melihat bahwa psikologi lingkungan memberi perhatian terhadap manusia, tempat serta perilaku dan pengalaman-pengalaman manusia dalam hubungannya dengan seting fisik. Lingkungan fisik tidak berarti rangsang-rangsang fisik (seperti cahaya, sound, suhu, bentuk, warna dan kepadatan) terhadap objek-objek fisik tertentu, tetpai lebih dari itu merupakan kompleksitas yang terdiri dari beberapa seting fisik dimana seseorang tinggal, berinteraksi dan beraktivitas. Sehubungan dengan lingkungan fisik, pusat perhatian psikologi lingkungan adalah lingkungan binaan (built environtment).
Ruang ligkup psikologi lingkungan lebih jauh membahas : rancangan (desain), organisasi dan pemaknaan, ataupun hal-hal yang lebih spesifik seperti ruang-ruang, bangunan-bangunan, ketetanggaan, rumah sakit dan ruang-ruangnya, perumahan, apartemen, museum, sekolah, mobil, pesawat, teater, ruang tidur, kursi, seting kota, tempat rekreasi, hutan alami, serta seting-seting lain pada lingkup yang bervariasi ( Proshansky, 1974)
Sosiologi lingkungan yang muncul pada tahun 1970-an merupakan cabang ilmu yang amat dekat dengan psikologi lingkungan. Perbedaannya terletak pada unit analisisnya. Jikalau psikologi lingkungan uit analisisnya adalah manusia dan kumpulan manusia sebagai individu, maka sosiologi lingkungan unit analisisnya adalah unit-unit dalam masyarakat seperti penduduk kota, pemerintah, pengunjung taman rekreasi dan sebagainya. Jenis-jenis lingkungan didalam psikologi lingkungan yang beberapa diantaranya juga banyak digunakan dalam psikologi lingkungan adalah (Sarwono, 1992) :
a. Lingkungan alamiah (natural environment) seperti : lautan, hutan dan sebagainya.
b. Lingkungan buatan/binaan (built environment) seperti : jalan raya dan perumahan.
c. Lingkungan sosial
d. Lingkungan yang dimodifikasi
Dua jenis lingkungan yang pertama adalah yang juga lazim digunakan dalam psikologi lingkungan.
Sementara itu, Veitch dan Arkklein (1995) menetapkan bahwa psikologi lingkungan merupakan suatu area dari pencarian yang bercabang dari sejumlah disiplin, seperti biologi, geologi, psikologi, hukum, geografi, ekonomi, sosiologi, kimia, fisika, sejarah, filsafat, beserta sub disiplin dan rekayasanya. Oleh karena itu berdasarkan ruang lingkupnya, maka psikologi lingkungan selain membahas seting-seting yang berhubungan dengan manusia dan perilakunya, juga melibatkan disiplin ilmu yang beragam.


4. AMBIENT CONDITION DAN ARCHITECTURAL FEATURES

Dalam hubugannya dengan lingkungan fisik Wrighstman dan Deaux (1981) membedakan dua bentuk kualitas lingkungan yang meliputi :
a. Ambient Condition
Kualitas fisik dari keadaan yang mengelilingi individu, seperti sound, cahaya/penerangan, warna, kualitas udara, temperatur dan kelembaban.
b. Architectural Features
Yang tercakup didalamnya adalah seting-seting yang bersifat permanen. Misalnya didalam suatu ruangan, yang termasuk didalamnya antara lain konfigurasi dinding, lantai, atap serta pengaturan perabot dan dekorasi. Dalam suatu gedung architectural features meliputi lay out tiap lantai, desain dan perlakuan ruang dalam dan sebagainya.



Sumber : http://en.wikiversity.org/wiki/Environmental_psychology
http://pagerankstudio.com/Blog/2010/11/environmental-psychology- overview/
http://en.wikipedia.org/wiki/Environmental_psychology
http://elearning.gunadarma.ac.id...psikologi_lingkunganbab1-pendahuluan.pdf